Lanjutan cerita dari @AgfianMuntaha di blog CLOSE TO YOU (Part 3)
Ilham
Ryan menepati janjinya untuk
mengajariku teknik dasar bermain piano. Susah-susah gampang karena jemariku
lebih lincah menari di atas manik sempoa. Semalaman suntuk aku mempelajari
beberapa lagu romantis yang disarankan Ryan. Dan, itu membuatku tidak fokus
mengikuti kelas fisika keesokan harinya.
Aku memutuskan untuk izin
keluar kelas, berniat mencuci muka di toilet terdekat dengan wajah kuyu.
Berharap, setelah mencuci muka di wastafel, pikiranku bisa kembali ke tempat
semula dan fokus mengikuti pelajaran.
“Pamela
pingsan!”
Terdengar teriakan gaduh saat aku berniat kembali ke
kelas. Mataku memicing ke sumber suara. Namun, aku tidak menemukan sosok Pamela
sama sekali. Sulit sekali menemukan sosok gadis bertubuh mungil itu di antara
kerumunan gadis-gadis berseragam olahraga yang mengerubungi lapangan basket.
Astaga, Pamela
pingsan?
Aku bergegas menghampiri kerumunan siswa berkaos
olahraga dan terpaku kepada sosok gadis berambut sebahu yang memejamkan mata—dan
itu membuatnya terlihat manis.
Baiklah, bukan saatnya aku menilai bahwa Pamela itu
manis. Gadis itu pingsan dan bodohnya teman-temannya mengerumuni—itu akan
mengurangi pasokan oksigen untuk Pamela!
Begitu menyadari bahwa para cowok sedang berolahraga
di tempat lain, aku menyela kerumunan. Aku sudah tidak peduli kalau saja guru
fisika memarahiku karena aku tidak kunjung kembali ke kelas.
“Biar
aku yang bawa dia ke UKS,” suaraku terdengar bergetar—panik. Terucap di antara
sengalan napas yang memburu.
Para gadis mundur beberapa
langkah, memberiku jalan. Aku mengamati Pamela yang sedang memejamkan mata. Ya
Tuhan, wajahnya pucat sekali.
Aku segera berjongkok. Kujulurkan lengan kiriku ke bawah
leher Pamela. Aku nyaris limbung, tapi rasa sukaku kepada gadis ini menguatkan
pijakanku. Rasa sukaku terhadap gadis bernama Pamela ini mendatangkan keajaiban
dan membuatku sampai di UKS dalam waktu cepat.
Tunggu,
barusan aku bilang apa? Suka? Begitu
memikirkan jawaban dari pertanyaan di benakku, jantungku mendadak terkena gempa
skala besar. Degupnya kencang sekali.
Kutatap wajah Pamela yang pucat tapi tetap
menggemaskan setelah kubaringkan di ranjang UKS bersprei putih. Melihatnya tak
berdaya seperti ini, benar-benar membuat segala tenagaku ikut lenyap.
Pamela, bukalah matamu...
***
Pertama, aku harus memastikan Pamela berbaring dengan
benar di atas ranjang UKS. Setelah itu, aku harus memanggil salah satu petugas
UKS yang masih ada di ruang guru—sekarang masih terlalu pagi untuk berjaga.
Aku kembali lagi ke UKS
beberapa menit kemudian setelah mengajak Pak Yulian—petugas UKS hari ini.
Tubuhku mematung di ambang pintu ruang UKS. Seseorang bersama gadis itu,
menemaninya dengan setia layaknya seorang bodyguard.
Dia orang yang baru-baru ini akrab denganku, yang mengajariku teknik dasar
bermain piano untuk menarik perhatian Pamela.
Ryan Gusti Julio!
“Eh, Bro!
Lo ngapain diem di situ?”
Ryan memanggil begitu menyadari
keberadaanku. Dia cepat-cepat bangkit dari kursi di sisi ranjang UKS. “Kata
Raya, Pamela pingsan. Sekalian aja gue jengukin. Nggak tahunya, ada lo di sini.”
Ryan datang ke UKS setelah Raya memberitahunya bahwa
Pamela pingsan? Kenapa Ryan bela-belain datang ke UKS? Dia pernah memberitahuku
bahwa Pamela bukan tipenya. Dia juga sangat mendukungku untuk dekat dengan Pamela.
Namun, melihat kejadian di hadapanku ini… apakah omongan Ryan bisa kupercayai?
Mereka dekat? Sejak kapan?
Tanpa sadar, tanganku mengerat
menahan emosi yang mulai memuncak. (***)
Ditulis untuk #MenulisBerantai #TimPDKT #LoveCycle
@GagasMedia
Simak kelanjutan kisahnya
di peripinus.blogspot.com oleh @CacaCungkring
Supeeerrrbbb...!
BalasHapus