Senin, 20 November 2017

Once upon a time, lahir seorang bayi perempuan yang cantik (karena semua wanita memang cantik), di sebuah rumah sakit di Ungaran, Kabupaten Semarang. Karena lahir di tengah malam, orang-orang sering menyebutnya pemberani. Dia anak kedua dari tiga bersaudara. Mempunyai berbagai macam hobi yang ternyata sekarang menjadi profesi untuknya. Menulis diary sejak kecil adalah jembatan untuknya menekuni profesi penulis sampai saat ini. Berkat usaha dan semangat untuk terus berkarya, kini ia telah menerbitkan dua novel dan dua antologi yang sudah tersebar di seluruh toko buku Indonesia.
Selain itu. cita-citanya untuk memiliki sebuah sekolah membuatnya memilih menjadi guru Bahasa Inggris di sebuah taman kanak-kanak dibanding bekerja sebagai accounting di perusahaan. Pengalaman adalah guru yang terbaik. Setelah resign dari kantor tempatnya belerja dulu, gadis yang bernama Risma Ridha Anissa itu kian menekuni dunia pendidikan dengan berpartisipasi menjadi relawan inspirator di Kelas Inspirasi Yogyakarta, Kelas Inspirasi Semarang, dan Kelas Insprasi Boyolali.
Kini ia juga sedang berusaha mengembangkan usaha toko bunganya yang sudah berjalan dua tahun. Ia berharap, sedikit demi sedikit hasil penjualannya nanti, akan bisa mewujudkan impiannya untuk memiliki sekolah. Gelarnya yang bukan dari Sarjana Pendidikan, terkadang menjadi batu penghalang baginya untuk kembali mengajar atau menjadi guru di sebuah sekolah. Kebanyakan dari pihak sekolah, lebih memprioritaskan sarjana-sarjana pendidikan dibanding dari jurusan murni. Contohnya seperti saya, Sarjana Akuntansi. Namun itu semua bukan menjadi penghalang untuknya terus berbagi dan berkarya untuk negeri.




Sabtu, 21 Oktober 2017

Minggu, 05 Februari 2017

Sepenggal Kelas Inspirasi Yogyakarta

Sepotong Kisah Kelas Inspirasi Yogyakarta  SDN PANDANPURO 2
Silahkan menikmati bersama aroma kerinduan yang baru sehari saja sudah menguar...

Selalu terselip kata “pulang”untuk mengukir sebuah kenangan baru.
Kelas Inspirasi Yogyakarta SDN Pandanpuro 2

ReFasil : 
1. Mas Gilang
2. Bu Ida
Relawan Dokumentator:
1. Mas Addin
2. Mbak Titis
3. Mas Fatwa
Relawan Vidoegrafer:
1. Mas Qoqo
2. Mbak Lovie
Relawan Pengajar:
1. Mbak Firda (desainer grafis)
2. Mas Azzam (fisioterapis)
3. Mas Rizky (Auditor)
4. Mbak Okita (Arsitek)
5. Mbak Risma (Guru Tk & Novelis)
6. Mas Febi (TNI)
7. Bu Sulis (perawat)
8. Bu Kunthi (dosen)

Pulang.
Satu kata keramat yang mampu mengikis kebahagiaan seseorang. Yang lebih menyedihkan, ketika pulang menjadi gerbang perpisahan dari sebuah kebersamaan.
Ini bukan kali pertama saya memperoleh kesempatan menjadi relawan di Kelas Inspirasi. Meski sudah beberapa kali bertugas menjadi relawan pengajar, saya selalu mendapat suntikan semangat baru ketika menjejakkan kaki di salah satu kota.
Jogja, kota pelajar. Seperti dugaan saya, di Kelas Inspirasi Joga saya dipertemukan dengan orang-orang hebat. Berbagai macam profesi yang begitu "wah" di mata saya. Jujur, sempat terbesit rasa “minder” yang mengusik hati saya selama perjalanan ke Jogja. Dihantui perasaan resah dan gelisah *seperti lirik lagu*, kalau-kalau saya tidak bisa membaur dengan mereka nantinya.
Sedikit demi sedikit, prasangka buruk saya mulai terkikis ketika bertatap muka dengan beberapa relawan SDN Pandanpuro 2. Ada Mbak Titis, Bu Ida, Mas Addien, Mas Rizky, Mas Febi, dan Mas Fatwa.  Kebekuan di sore yang dingin itu mencair. Seperti kawan lama, selalu saja ada topik menarik yang mengundang tawa kami. Perasaan hangat dan nyaman perlahan terbit. Gelisah gelap malam ketika matahari mulai tenggelam pun, tidak menyurutkan niat baik kami. Sebagai relawan perempuan yang baik, kami menyemangati relawan laki-laki yang sampai bermandikan air hujan ketika memasang banner untuk sekolah *drama sedikit.
Esok paginya, di Hari Inspirasi...
Berangkat jam enam pagi dan tentu saja saya sangat merepotkan Mas Addien, meski sebenarnya saya merasa tidak terlalu membuatnya repot, *saya tetep nggak mau ngalah*, beberapa orang baru mengambil peran dalam kisah hidup saya. Bu Sulis, Bu Kunti, Mas Azzam, Mas Gilang, Mas Qoqo, Mbak Firda, Mbak Okita dan Dek Lovie. Adakah yang kurang? Sepertinya tidak. Karena meski baru bertatap muka, ingatan saya merekam dengan baik bagaimana dengan ramahnya mereka memperkenalkan diri dan mengulurkan tangannya ketika saya mendapat sedikit kesulitan.
Lulusan Accounting Universitas Negeri Semarang. Profesi English Teacher di TK, Novelis, dan Entrepeneur. Why? How? Pertanyaan yang acap kali mampir di telinga saya ketika orang-orang mengetahui background pendidikan saya. Passion saya memang di sini. Beberapa test menyimpulkan, saya menggunakan otak kanan lebih dominan. Ekspresif, peramu kata, petualang imajinasi, spontan, bebas, itulah saya. Dan ketika saya berdiri di tengah anak-anak, ada kebahagiaan tersirat, yang mungkin saja tidak semua orang bisa mencicipinya.
Aksi salah satu murid ketika menemani saya storry telling

Terimakasih untuk semua inspirator atas kenangan barunya. Capek? Mengantuk? Lelah? Semua terbayarkan begitu senyum anak-anak menjadi gerbang penyambut kedatangan kita. Iya, kan, teman-teman? J
Terimakasih Mas Gilang dan Bu Ida yang telah mempersatukan bermacam-macam karakter para relawan hingga kita menjadi satu tim yang solid. Terimakasih Mas Addien, orang yang paling saya repotkan, si fotografer yang berhasil membuat saya envy karena prestasi yang bisa mengantarkannya ke negeri sakura. Terimakasih Mas Fatwa dan Mba Titis yang sudah mengabadikan momen-momen para relawan. Coba bayangkan kalau kebersamaan kita hanya bisa diingat dan akhirnya menguap begitu saja dari ingatan. Tak ada foto, berarti tak ada kenangan :(

Terimakasih Bu Sulis yang baru saja bertemu sudah peluk-peluk saya terus. Terimakasih Mbak Firda dan Mbak Okita yang cantik-cantik, karena selalu mengingatkan kita untuk selfie beberapa kali.  
Ibu Guru Okita yang berprofesi sebagai Arsitek
Terimakasih Mas Rizky yang humoris, yang sempat membuat para relawan ragu dengan profesinya sebagai auditor. Hehe.
Pak Rizky, berprofesi sebagai auditor

Terimakasih Mas Azzam dan Mas Febi yang meski kita tidak banyak bercakap, tapi saya sudah membuktikan sendiri kalian adalah pribadi yang menyenangkan. Terimakasih Mas Qoqo yang sudah berjuang menyelesaikan tugasnya di sela-sela acara penting yang menunggunya. Terimakasih juga Dek Lovie atas keantusiasannya membantu tugas Mas Qoqo. Dan terimakasih untuk Bu Kunthi, sosok dosen kekinian yang sangat menginspirasi.
Pak Azzam, fisioterapis

Terima kasih kepada Bapak dan Ibu Guru SDN Pandanpuro 2, juga Bapak Kepala Sekolah dan seluruh perangkat sekolah, sudah menyambut kami dengan tangan terbuka.
Akhir kata untuk teman-teman, apa pun profesi kalian, percayalah...
Kalian akan selalu tampak keren di mata mereka.
Anak-anak yang masih meraba akan menjadi seperti siapa ketika dewasa nanti.
Sampai berjumpa di moment mengesankan selanjutnya teman-teman J
Closing bersama murid-murid, guru, dan relawan SDN Pandanpuro 2


*Mohon maaf jika foto-foto para relawan belum komplit. Album foto saya belum lengkap. Sebab saya tak bisa menahan nafsu jemari saya untuk berkisah, maka hanya beberapa foto yang saya upload.

Selasa, 16 Juni 2015

Jual BUKET BUNGA hanya Rp 45.000, lihat gambar klik https://www.tokopedia.com/sunflorist/buket-bunga

Senin, 25 Mei 2015

#MenulisBerantai CLOSE TO YOU (Part 4)

Lanjutan cerita dari @AgfianMuntaha di blog CLOSE TO YOU (Part 3)

Ilham

Ryan menepati janjinya untuk mengajariku teknik dasar bermain piano. Susah-susah gampang karena jemariku lebih lincah menari di atas manik sempoa. Semalaman suntuk aku mempelajari beberapa lagu romantis yang disarankan Ryan. Dan, itu membuatku tidak fokus mengikuti kelas fisika keesokan harinya.
Aku memutuskan untuk izin keluar kelas, berniat mencuci muka di toilet terdekat dengan wajah kuyu. Berharap, setelah mencuci muka di wastafel, pikiranku bisa kembali ke tempat semula dan fokus mengikuti pelajaran.
“Pamela pingsan!”  

Rabu, 18 Februari 2015

Menanti kepastian

Kau tahu aku tidak pernah memberimu sebagian dari hatiku saja. Aku selalu menyerahkannya secara utuh. Entah kau menerimanya atau tidak, aku sama sekali tidak peduli.
Yang aku tahu, meski hatimu sekeras batu dan butuh waktu lama untuk meluluhkannya, aku tidak akan pernah mengangkat tangan. Kalah. Menyerah. Seluruh kosa kata itu telah hilang dari kamus otakku. Penantian yang tulus, tidak akan pernah sia sia.
Tuhan sedang mengujiku, melihat seberapa jauh aku bersabar dalam penantian panjang ini. Dan aku tahu, demi mendapatkan seseorang yang spesial sepertimu tentu membutuhkan perjuangan lebih. Percayalah, kalau kau sudah berada dalam genggamanku, tidak ada seorang pun yang bisa menyentuhmu. Kini, kuserahkan segalanya pada waktu. Sambil menunggu pasrah, aku selalu menguntai doa. Berharap Tuhan mengayunkan keajaibanNya padaku. Cinta yang sejati tidak pernah kalah pada waktu, tidak pernah menyerah pada keadaan.
Cinta sejati itu aku.
Flash Fiction ini ditulis untuk mengikuti prpgram #FF2in1 dari Tiket.com dan nulisbuku.com #TiketBaliGratis

Luka dan Duka

Pagi ini, aku harus kembali membalut lukaku yang belum mengering. Melepas kepergianmu dengan seulas senyum palsu. Kita sebenarnya sama sama tahu, sama sama sadar bahwa mempertahankan hubungan ini, sama saja seperti berjalan di atas serpihan kaca. Melukai. Menyakiti. Bedanya, bukan hanya telapak kakiku yang berdarah. Tapi juga hati, dan harga diriku sebagai wanita yang terus merintih.

Kau dan aku telah dipersatukan sekian lama. Bertahun tahun. Tentu, akan banyak lara yang tertinggal jika nantinya kita benar2 berpisah. Lama menjalin hubungan denganmu, perlahan membuat hatiku mengeras, lalu berubah wujud menjadi batu. Aku tidak bisa lagi merasakan, menyentuh secuil pun kebahagiaan dari kebersamaan kita. Setelah kepergianmu pagi ini, pagi besok, dan pagi seterusnya... aku hanya bisa menunggumu dalam ketidak pastian. Memang, kau pasti kembali. Tapi kau tidak pernah menjanjikan membawa kembali cinta yang sama kepadaku.
Cinta yang utuh, sama seperti kurasakan dulu ketika kita berkomitmen untuk saling menjaga. Dulu.. dulu sekali. Sebelum seseorang datang dan menjebol kesetianmu.

Kini, ketika senja mulai menyapa dan matahari mulai luruh, kau datang kembali dengan segenggam harapan palsu. Lagi. Terus kau ulang sampai waktu yang tak bisa kuprediksi